Buta Huruf Dan Kurangnya Minat Literasi Di Indonesia

Hasil gambar untuk literasi



Tercatat pada 8 September 2017 melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bahwa ada sekitar 2,07% atau sekitar 3,4 juta orang di Indonesia yang masih buta huruf. Sedangkan, data dari BPS yang menunjukkan  ada 4,50% atau sekitar 11,5 juta orang. Padahal presentase yang ditunjukkan BPS mengenai jumlah buta huruf di Indonesia terus berkurang setiap tahunnya. Meski begitu Indonesia ternyata tingkat literasi berada di peringkat 60 dari 61 negara. Satu peringkat di atas salah satu negara kecil bernama Botswana yang terletak di benua Afrika. Banyak pihak yang menjadikan peringkat ini menjadi tolak ukur minat baca, padahal sebenarnya hal tersebut disebabkan banyak aspek. Salah satu aspeknya adalah sulitnya akses warga terhadap komputer, akses surat kabar serta perpustakaan dan juga sistem pendidikan di setiap negara.

Lalu, mengapa tingkat literasi Indonesia rendah? Menurut Chairil Abdini, dosen Universitas Indonesia setidaknya ada 4 faktor yang menyebablan tingkat literasi Indonesia rendah. Pertama, gizi buruk. Yang kedua ada dari kualitas tenaga pendidik yang masih jauh dari memadai. Infrastruktur pendidikan juga menjadi faktornya, yaitu kurangnya akses terhadap internet maupun teknologi informasi dan komunikasi. Keempat, rendahnya minat baca. Chairil mengatakan bahwa sebelum kemerdekaan, siswa sekolah diwajibkan membaca 25 judul buku dan semakin berkurang pasca kemerdekaan.

Tetapi masih ada beberapa solusi untuk meningkatkan literasi di Indonesia. Bisa melalui pengatasan gixi buruk sedini mungkin, merekrut dan meningkatkan kualitas pendidik, membangun dan meningkatkan kualitas pendidik serta memasukkan kembali buku bacaan wajid ke dalam kurikulum untuk meningkatkan minat baca. Solusi ini dipaparkan juga oleh Chairul Abdini.

Berbicara tentang rendahnya minat baca, konsumsi media di Indonesia melalui elektronik berbanding terbalik dengan konsumsi meda melalui surat kabar atau buku-buku yang semakin menurun setiap tahunnya. Pada 2015 tercatat sebagai tahun dengan statistik terkecil minat baca Indonesia berkurang sejak tahun 1984. Apakah minat baca masyarakat Indonesia memang rendah atau memang akses terhadap buku yang sulit?

Melalui KEMENDIKBUD tercatat bahwa kurangnya perpustakaan sekolah dan desa yang tidak sebanding dengan jumlah sekolah dan desa yang ada di Indonesia. Padahal pemerintah telah meningkatkan biaya operasional sekolah (BOS) dari 5% ke 20% untuk dana pengembangan perpustakaan, tapi dana habis untuk membeli buku pembelajaran saja. Hal ini pun berpengaruh pada minat baca anak karena tidak diberi buku bacaan yang variatif.

Jadi saat ini pekerjaan rumah bagi Indonesia bukan hanya memberantas buta huruf, namun juga meningkatkan sumber daya manusia melalui literasi.

Komentar