Sepak Bola Dan Penggemar Fanatiknya

Hasil gambar untuk viking the jak

Rivalitas Harusnya Bagaimana?
Memang tidak ada aturan tertulis mengenai seorang suporter harus dan tidak harus melakukan suatu hal untuk mendukung kesebelasan kebanggaannya. Yang hanya adalah batasan-batasan tertentu seorang suporter ketika mendukung. Kontak fisik pun sangat tidak diperbolehkan, bahkan aturan tersebut sudah tertera didalam hukum pidana
Kadang saya berpikir bahwa Rivalitas diluar negeri lebih aman dan lebih manusiawi dibanding di Indonesia. Bukan masalah ketiadaan korban jiwa. Melainkan di era sepak bola modern atau kehidupan modern pada umumnya, Tindakan-tindakan kriminal suporter bisa diminimalisir karena adanya tingkat keaman yang lebih baik dan juga penanganan hukum pidana maupun hukum sepak bola yang tidak pandang bulu. 
Keadaan sangat berbanding terbalik di Indonesia, menengok kepada derby-derby besar di luar negeri, Elclasico adalah Spanyol vs Katalunya, atau Old Firm Derby di Skonlandia sebagai permusuhan antara Kristen dan Protestan dalam kultur sepakbola, atau Superclasico yang lahir disebabkan oleh ‘pertarungan” antara kelas bawah vs kelas atas. 
Di Indonesia rivalitas terjadi karena hal sepele, Rivalitas The Jak vs Bobotoh misalnya, sebagaimana dikutip oleh pengamat sepak bola Bandung yaitu Eko Noer pada Harian Pikiran Rakyat, pemicu rivalitas terjadi pada tahun 90-an ketika bobotoh dan The jak sama sama kecewa karena Persib kontra Persija tidak bisa disaksikan oleh mereka di stadion Siliwangi, Bandung. 
Saya sendiri mengamati kultur suported di Indonesia ini sudah terlampau barbar, dimana regangnya nyawa bukan disebabkan oleh insiden seperti sebatas jatuh/kecelakan karena berdesakan. Akan tetapi nyawa sangat murah dalam sepak bola Indonesia, dimana berbeda warna saja bisa dipukuli banyak orang hingga meninggal dunia. Sampai bahkan orang yang tidak terlalu fanatik pun seperti warga lokal yang tidak tahu menahu soal sepak bola atau bahkan tidak suka,terkena imbasnya, seperti sweeping kendaraan ber-plat B. 
Disinilah letak perbedaan Rivalitas antara suporter di Tanah air dan suporter di luar negeri. Salah paham, saling ejek, tidak menerima kemenangan tim rival bisa jadi suatu hal yang dapat meregang nyawa, sementara diluar negeri rivalitas lahir karena perbedaan ideologi, dampak budaya, lingkungan sosial, hinggal peperangan di masa lalu. 
Federasi sepak bola dan pemerintah di Indonesia pun sudah terbukti tidak bisa mengatasi kekerasan suporter sampai saat ini, dilihat dari adanya korban yang terus berjatuhan, seolah-olah sepak bola adalah sebuah wabah yang siap merenggut nyawa pengidapnya atau yang candu terhadap olahraga tersebut. Belum lama sebelum kasus Haringga, bahkan kasus Banu Rusman (Suporter Persita) yang menjadi korban kala bentrokan dengan oknum suported PSMS pada 2017 silam pun masih mengambang tidak jelas. 
Pelaku yang menghilangkan nyawa dengan sangat mudah, diadili saja tidak cukup. Efek apa yang mau diharapkan dari “tidak boleh datang ke stadion” atau “tidak boleh menggunakan atribut”? efek jera apa yang diharapkan? PSSI seolah tersandera oleh kegagalannya akan kegagalannya untuk bertindak waras, adil dan manusiawi di masa lalu. Bisa dibayangkan jika PSSI misalnya menghukum Persib Bandung terkait kasus pengeroyokan kemarin, pasti akan muncul banyak pertanyaan: “Kenapa baru sekarang?” “Mengapa waktu suporter A membunuh hukumannya tidak seperti ini?” “apa hanya suporter tim kami yang membunuh?” dan lain sebagainya. 
Belum lagi muncul potensi inkonsistensi di masa yang akan datang jika terulang kasus serupa yang dilakukan oleh suporter lain. Buah dari tidak seriusnya PSSI dalam penegakan hukum adalah para suporter merasa tidak terima saat dihukum oleh PSSI. 
Kendati demikian saat ini PSSI tidak punya pilihan lain selain harus memutus mata rantai kekerasan suporter, baik itu antara The Jak dan Viking, ataupun yang lainnya, dan perseteruan ini tidak sebatas The Jak vs Viking akan tetapi sudah menjadi Ribuan vs RIbuan atau bisa dikatakan Suporter di akar rumput. Sangat mungkin terbosan itu tidak memuaskan suatu kelompok atau tidak adil bagi semua kalangan, sebagaimana tidak ada satu kemenangan pun yang sebanding dengan nyawa. 
Save our Soccer
-- 

Komentar