Khawatir
memang sudah tugas ia yang merawat dan menjaga sepenuh rasa dan tenaga. Mungkin
belum sepenuhnya akan paham kalau belum berada di posisinya. Cara merasakan
termudah, coba bayangkan barang kesayangan yang dibeli dengan hasil doa panjang
dan kerja keras bertahun-tahun. Pasti rasanya mau dipasang pembungkus yang
aman, disimpan agar tidak rusak dan hilang.
Kelihatannya memang sudah jadi kultur, orang
tua Indonesia itu khawatir akan anaknya bahkan sampai dewasa. Tapi
konsentrasinya beda-beda, ada yang ke pendidikan, ada yang ke pergaulan, ada
yang ke cara berpakaian, dan segudang kekhawatiran lainnya.
Ada orang tua yang
khawatir tentang anak yang sudah menikah namun belum dapat momongan, menikah
dengan orang yang tidak punya pekerjaan, kalau pesan barang online dan terima
paket tidak boleh menerima secara langsung, bahaya katanya. Bahkan sampai
seputar pekerjaan, apalagi permintaan soal menjadi PNS agar tidak perlu
luntang-lantung cari kerja dan aman dapat gajinya. Padahal anaknya lebih suka
berbisnis. Pun ada yang khawatir soal resign after married dan hanya akan jadi
istri yang menunggu uang dari suami.
Dinikmati saja semua
kekhawatiran orang tuamu. Selagi masih dalam porsinya. Kalau memang sudah tidak
terlalu nyaman, komunikasikan. Banyak hal yang tidak bertemu titik tengahnya
bukan karena tak bisa. Tapi belum pernah usaha untuk dicoba bawa ke tengah.
Tapi beberapa hal yang sudah diusahakan, tapi masih berat ke kiri atau terlalu
kanan. Tidak apa, seimbang memang bukan hal mudah. Beberapa mungkin cukup
dinikmati dan dijalani saja. Kalau terlalu banyak larangan sederhana yang
menurutmu ga penting, sabar, nanti juga kamu paham apa maksudnya. Karena, kalau
sudah tidak ada orang tua, yang dirindukan adalah kekhawatirannya.
Komentar
Posting Komentar